Suarindonesianews.com Makassar -- Viralnya Kasus peredaran skincare ilegal berbahan merkuri kini menjerat tiga pemilik brand ternama memasuki babak baru. Menurut Pusat Kajian Advokasi dan Anti Korupsi (PUKAT) Sulawesi Selatan menuntut agar ke-tiga tersangka tidak hanya dijerat dengan pasal terkait peredaran produk berbahaya, akan tetapi juga dikenakan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan kejahatan perpajakan.
Direktur PUKAT Sulsel menegaskan bahwa aliran dana dari bisnis ilegal tersebut memiliki indikasi skema pencucian uang. Omzet miliaran rupiah yang berputar di luar sistem perpajakan mengarah pada dugaan penghindaran pajak dan pencucian uang yang harus dikenakan sanksi.
“Ada indikasi kuat permainan pajak dalam kasus ini. Perputaran uang yang terhitung besar, tanpa jejak pajak yang jelas, menunjukkan skema pencucian uang. Hal ini bukan sekedar bisnis ilegal biasa, tapi sudah masuk kategori kejahatan ekonomi,” tegas Direktur PUKAT, (4/2/2025).
Diketahui ketiga tersangka dalam kasus ini adalah Mira Hayati (owner brand MH), Agus Salim (owner brand RG), dan Dg Sila (owner brand FF). Sekarang ini, Agus Salim dan Dg Sila telah ditahan di Rutan Polda Sulsel, sementara Mira Hayati masih menjalani pembantaran dengan alasan kesehatan.
Potensi Kerugian Negara Capai Puluhan Miliar
PUKAT Sulsel menceritakan bahwa dugaan penghindaran pajak yang dilakukan oleh ketiga tersangka sangat merugikan negara. Dengan omzet bulanan yang diperkirakan mencapai hingga Rp 3 sampai Rp10 miliar per brand, potensi kerugian negara akibat pajak yang tidak dibayarkan bisa mencapai puluhan miliar rupiah per tahun.
Dari aspek regulasi, penerapan TPPU dapat dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, sementara kejahatan perpajakan dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Farid Mamma, SH. MH adalah Ahli hukum pidana dan perdata menegaskan jika ketiga tersangka harus dijerat dengan pasal berlapis.
“Jika ditemukan aliran dana mencurigakan dari hasil usaha ilegal ini, maka pasal TPPU wajib diterapkan. Selain itu, penghindaran pajak yang disengaja bisa dijerat dengan Pasal 39 UU Perpajakan, yang ancaman hukumannya mencapai 6 tahun penjara,” tegas Farid.
Selain itu, Farid juga memperingatkan agar kejaksaan tidak bermain-main dalam kasus ini serta tidak boleh ada ruang negosiasi yang memungkinkan tersangka mengulur waktu atau mendapatkan opsi hukum yang lebih ringan.
"Jangan sampai ada celah sedikit pun bagi kejaksaan untuk memperlambat, apalagi memberikan opsi penawaran yang menguntungkan bagi tersangka. Ini kejahatan besar yang harus ditindak tegas! Jika kejaksaan main mata atau sengaja memperlambat proses hukum, maka itu mencederai rasa keadilan masyarakat,” tegasnya dengan nada geram.
Desakan Keras kepada Kejaksaan: Tindak Tegas Tanpa Kompromi!
Farid Mamma menekankan bahwa kejaksaan harus bekerja cepat, profesional, dan transparan dalam menangani kasus ini. Ia mendesak agar tidak ada satu pun tersangka yang mendapat perlakuan istimewa, termasuk dalam proses penahanan.
“Jangan sampai ada permainan dalam proses ini. Kejaksaan harus segera memastikan para tersangka ditahan dan diproses dengan pasal yang lebih berat. Jangan ada tawar-menawar atau dalih administratif yang justru melemahkan proses hukum,” katanya.
Saat ini masyarakat luas menanti langkah tegas dari kejaksaan untuk membuktikan bahwa hukum benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu. (***)
