Suarindonesianews.com-Makassar-Anggota DPRD Kota Makassar, H. Sangkala Saddiko, SH, komitmen dalam memperjuangkan hak-hak anak, kembali ditunjukkan melalui pelaksanaan Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosper) Angkatan VIII tahun anggaran 2025.
Kegiatan sosialisasi berlangsung di Hotel Sarison Makassar, Selasa (29/7/2025) ini, Sangkala mengangkat tema penting yakni Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 05 Tahun 2018 tentang Perlindungan Anak.
Kegiatan ini merupakan bagian dari sinergi antara DPRD dan Pemerintah Daerah dalam menyebarluaskan pemahaman hukum yang berdampak langsung pada kehidupan sosial masyarakat, khususnya dalam menjamin tumbuh kembang anak secara aman, sehat, dan bermartabat.
Dalam sambutannya, H. Sangkala Saddiko menegaskan bahwa anak-anak adalah aset paling berharga bagi masa depan Makassar, dan oleh karenanya perlu dilindungi dari berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi. Ia menyebutkan bahwa Perda No. 05 Tahun 2018 hadir untuk memperkuat kebijakan lokal dalam menegakkan hak-hak anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. “Perda ini bukan hanya dokumen hukum, tapi cerminan komitmen moral kita sebagai masyarakat yang ingin melahirkan generasi tangguh, cerdas, dan berdaya saing tinggi,” ujarnya di hadapan peserta yang terdiri dari tokoh masyarakat, perwakilan dinas terkait, aktivis perempuan dan anak, aparat kelurahan, dan pengurus RT/RW.
Kegiatan Sosialisasi ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Sitti Jasmani, akademisi dan Baharuddin S. Dalam paparan awalnya, Sitti Jasmani membeberkan bahwa Perda Perlindungan Anak tidak hanya bicara soal penindakan, tetapi juga pencegahan dan edukasi publik. Ia menekankan pentingnya keterlibatan aktif keluarga dan satuan pendidikan dalam memastikan anak tumbuh dalam lingkungan bebas kekerasan. “Anak-anak sering menjadi korban karena ketidaktahuan kita. Maka, tugas kita hari ini adalah memperluas pengetahuan hukum ini agar bisa menyentuh rumah-rumah,” jelasnya.
Sementara itu, Baharuddin S. menyoroti bahwa tantangan terbesar dalam implementasi Perda Perlindungan Anak adalah lemahnya pelaporan dan pendampingan korban kekerasan anak di tingkat komunitas. Ia mencontohkan kasus-kasus di mana korban tidak berani bicara karena stigma sosial dan minimnya akses terhadap layanan hukum atau psikologis. “Kita butuh sistem deteksi dini. Tokoh masyarakat, guru, kader PKK, dan aparat kelurahan harus punya kapasitas identifikasi dan rujukan,” tegasnya. Ia juga mengusulkan penguatan peran Forum Anak di setiap kelurahan sebagai agen pelopor dan pelapor, serta perluasan pelatihan perlindungan anak berbasis masyarakat.
Diskusi berlangsung aktif dengan banyak peserta yang menyampaikan kondisi nyata di lapangan, mulai dari kasus kekerasan dalam rumah tangga yang melibatkan anak, anak putus sekolah, hingga masalah eksploitasi anak dalam bentuk kerja paksa dan pengabaian gizi. H. Sangkala menyatakan bahwa semua aspirasi tersebut akan menjadi catatan penting untuk dibawa ke forum dewan dan didorong agar OPD terkait mengambil langkah lebih konkret.
Ia pun mengajak seluruh elemen masyarakat untuk membentuk jejaring perlindungan anak hingga ke tingkat RT. “Kita tidak bisa bekerja sendiri. Semua elemen harus terlibat: orang tua, sekolah, aparat, lembaga sosial, dan tentunya kami di legislatif,” ungkapnya. Ia juga menyatakan siap mengawal proses advokasi lanjutan, termasuk evaluasi terhadap capaian implementasi perda.
Kegiatan ini ditutup dengan pembagian naskah Perda dan leaflet edukasi hukum tentang perlindungan anak. Antusiasme peserta terlihat dari interaksi sepanjang acara, bahkan sejumlah pengurus RT menyatakan kesiapan membentuk tim kecil di lingkungannya untuk mengedukasi warga secara berkala. Sangkala menyampaikan apresiasi kepada semua yang hadir dan berkomitmen bahwa kegiatan sosialisasi semacam ini akan terus digelar secara berkelanjutan dengan tema-tema hukum yang relevan dan berdampak langsung bagi masyarakat. “Kalau kita gagal melindungi anak hari ini, kita sedang mempertaruhkan Makassar di masa depan. Maka mari bergerak bersama,” tutupnya.(*)