Suarindonesianews.com, Makassar-Anggota Komisi A DPRD Kota Makassar, Tri Zulkarnain, menyoroti pelaksanaan sosialisasi terkait pemilihan Ketua RT dan RW di sejumlah kecamatan.
Ia menilai masih banyak hal yang perlu diperjelas, termasuk soal persyaratan calon dan mekanisme pemilihan yang belum tersosialisasi secara menyeluruh.
Tri mengungkapkan, sejumlah rekan anggota DPRD dan pihak kecamatan telah mengikuti sosialisasi, salah satunya di Kecamatan Tamalate. Namun, dirinya secara pribadi mengaku belum pernah diundang mengikuti kegiatan serupa.
“Beberapa teman-teman sudah ikut sosialisasi, termasuk di Tamalate. Tapi saya sendiri belum pernah ikut, jadi kami masih menunggu penjelasan resmi dari pemerintah kota,” ujarnya di kantor perumnas wilayah 7 Sulsel jalan Letjend Hertasning Makassar, Rabu (22/10/2025).
Ia menambahkan, dari informasi yang beredar, terdapat sejumlah persyaratan yang dianggap belum sesuai dengan aturan, termasuk dugaan adanya rekomendasi partai politik dalam pencalonan RT dan RW. Menurutnya, hal tersebut tidak semestinya terjadi karena jabatan RT dan RW bersifat sosial dan nonpartisan.
“Kalau betul ada rekomendasi partai, itu harus diluruskan. Jangan sampai menyalahi aturan. Kami minta teman-teman di lapangan benar-benar mencermati seluruh poin dalam persyaratan itu,” tegasnya.
Tri juga mempertanyakan kejelasan aturan terkait tingkat pendidikan calon. Berdasarkan peraturan wali kota (Perwali), calon RT dan RW minimal harus berijazah SMP. Namun, ia menilai hal ini bisa menjadi kendala bagi warga yang aktif di masyarakat tetapi tidak memiliki ijazah formal.
“Banyak warga yang tidak punya ijazah, tapi mereka aktif dan dipercaya masyarakat. Kalau aturan terlalu kaku, itu bisa menutup kesempatan orang-orang baik untuk berkontribusi di lingkungannya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Tri mengusulkan agar kesepakatan warga bisa dituangkan dalam berita acara jika sudah ada calon yang disetujui bersama tanpa perlu dilakukan pemilihan ulang. Hal ini dinilai dapat menghindari potensi gesekan di masyarakat.
“Kalau warga sudah sepakat menunjuk seseorang jadi RT atau RW, sebaiknya dituangkan dalam berita acara. Jadi tidak perlu pemilihan lagi yang justru bisa menimbulkan perpecahan,” jelasnya.
Tri juga menyinggung wacana penerapan sistem pemilihan berbasis pemilu yang akan diterapkan dalam pemilihan RW. Menurutnya, jika sistem tersebut digunakan, maka harus ada penyelenggara dan pengawas yang ditunjuk secara resmi, agar prosesnya berjalan transparan dan kondusif.
“Kalau pakai sistem seperti pemilu, otomatis harus ada pengawasnya juga. Apalagi ranah pemilihan semakin kecil, potensi gesekan malah bisa lebih besar. Jadi harus diawasi dengan baik,” tutupnya.(**)
